Parallel Events
08:30AM– 10:00 AM, Church Center of the United
Nations Ada tiga pembicara yang membahas topik ini. Saya tertarik karena ingin tahu banyak apa sih yang melatarbelakangi pergantian nama dari MDG (millennium development goal) ke SDG (sustainable development goal)? dan ingin tahu banyak pandangan perwakilan yayasan atau organisasi yang sudah bergerak di bidang pemberdayaan perempuan seberapa dalam pengatahuan masyarakat khususnya di negara kurang berkembang dan terlebih lagi yang di pedesaan.
Waves from the audiences to those who couldn't attend. Source: FB Women Thrive Alliance |
Ada tiga pembicara di sesi ini dan di dampingi oleh
moderator dari kampus ternama Columbia University. Pembicara pertama adalah Emily
Bove sebagai ketua dari organisasi “Women Thrive Alliance” (www.womenthrive.org). Yayasan yang beliau rintis ini lebih kearah
advocacy atau pengetahuan ke masyarakat lapisan bawah “grassroots” bahwa ada
program pemerintah tentang pemberdayaan perempuan. Beliau bekerja ssama dengan
organisasi- organisasi lokal. Selain workshop, ada aplikasi tertentu yang di
buat untuk memperluas informasi dan pemahaman tentang pemberdayaan perempuan.
Namun, saya pribadi melihat aplikasi tersebut mungkin tidak bisa di akses oleh
lapisan masyarakat menengah kebawah. Tapi menurut data beliau bahwa 99% dari
masyarakat khususnya di Nigeria terbantu dengan aplikasi tersebut dan mengaku sudah
pernah dengar tentang konsep SDG tersebut. Ini di dukung oleh kerjasama dengan organisasi
lokal. Namun beliau menambahkan bahwa pelaksaan program kerja dan dana yang
menjadi kendala setelah program advokasi tersebut.
Pembicara kedua, Sybil Nmezi and pembicara ketiga, Morenike
Omaiboje. Keduanya dari NGO yang berbeda namun dari negara yang sama,
Nigeria. Morenike memberi contoh nyata
tentang kekerasan perempuan di negaranya. Tentang penjualan gadis remaja karena
dampak kemiskinan. Mirisnya, kadang yang menjual remaja tersebut adalah
orangtua sendiri karena hanya cara itu untuk menafkahi keluarga. Atau banyak
juga dengan iming-iming bekerja di luar negeri namun akhirnya di jadikan PSK. Beliau
berdua mengatakan bahwa advokasi dari kampung ke kampung (liat: gambar diatas) khususnya dengan menggunakan Bahasa lokal oleh
orang lokal seperti yang telah dan masih dilakukan yayasan mereka sangat
membantu mengurangi masalah-masalah yang di hadapi perempuan.
Dari ketiga pembicara dapat disimpulkan bahwa program MDG kurang berhasil mengaplikasikan kesetaraan
gender hingga ke level bawah (grassroots), 77% dari kalangan perempuan tidak
paham tentang program MDG tersebut dan mereka hanya mendengar angka namun
pelaksaan tidak ada. Oleh karenanya ketiga pembicara optimis bahwa program dan
target SDG lebih nyata, bisa diukur dan dirasakan manfaatnya. Semoga dengan
istilah “sustainable”, program pemberdayaan perempuan lebih nyata dan
berkelanjutan hingga ke lapisan bawah.
NB. Ibu Emily pernah ke Aceh pasca Tsunami dan melaksanakan program
micro finance untuk pemberdayaan perempuan. Saya sempat ngobrol singkat dengan
beliau setelah sesi ini.
No comments:
Post a Comment